Friday, February 10, 2017

Mengenal Cristiaan Snouck Hurgronje (Snuk Hugronyoe) dan Rekam Jejaknya di Aceh

Snouck mengaku berpura-pura menjadi muslim (hipokrit) seperti yang ia jelaskan dalam surat yang dikirim ke teman kuliahnya, Carl Bezold pada 18 Februari 1886  yang kini diarsipkan di Perpustakaan Universitas Heidelberg.
Belakangan ini nama Snouck kembali disebut-sebut, orang Aceh menyebutnya Snuk Hugronyoe yang bernama asli Prof. Dr. Cristiaan Snouck Hurgronje. Adalah seorang sarjana Belanda berprofesi sebagai penulis, mata-mata, dan penasehat kolonial Belanda.
Siapakah sebenarnya sosok Snouck Hurgronje, dan apa perannya di Aceh?

Snouck yang fasih berbahasa Arab, Aceh, Melayu, dan Jawa juga berhasil mengelabui Ulama dari Mekkah, dan Gubernur Ottoman di Jeddah pada tahun 1884 dengan keramahan dan naluri intelektualnya yang membuat para Ulama tak segan membimbingnya, membuat Snouck kala itu menjadi salah satu Sarjana Oriental Barat pertama yang melakukannya.

Kiprahnya yang paling berbekas adalah di Aceh, pada 1889 ia sudah menulis lebih dari 1.400 makalah tentang situasi di Aceh dan posisi di Islam Hindia-Belanda, dengan pengetahuannya tentang budaya Islam Snouck merancang strategi yang secara signifikan membantu mengakhiri perlawan dari penduduk Aceh dan memberlakukan kekuasaan kolonial Belanda pada masyarakat Aceh.

Snouck mendekati Ulama untuk bisa memberi fatwa Agama, tapi fatwa-fatwa tersebut berdasarkan politik Devide et Impera sehingga pada ahirnya ia berhasil menjauhkan agama Islam dari politik dengan alasan demi kepentingan Agama, dalam orasinya Cristiaan Snouck Hurgronje menjelaskan jika Ulama tidak dijauhkan dari politik akan berakibat fatal terhadap Ulama itu sendiri, teori ini berhasil memisahkan pandangan masyarakat terhadap Ulama dan politik.

Sebagai penasehat .BJ Van Heutsz, Snouck memaparkan bahwa manifestasi politik Islam adalah yang paling pertama harus dilawan dikarenakan Islam adalah sumber awal inspirasi untuk memberontak melawan pemerintahan kolonial.

Politik yang pada hakikatnya adalah fondasi bagi agama Islam di Aceh pun pada akhirnya hilang ditelan teori Snouck Hurgronje, bahkan sampai saat ini istilah politik bagi masyarakat awam merupakan suatu gambaran yang penuh dengan perbuatan tercela, kotor, dan jahat.

Padahal sebelum Snouck, kesultanan-kesultanan di Aceh berhasil menjalankan politik Islam dalam upaya menentang pemerintahan kolonial Belanda selama Perang Aceh (1973-1804). BJ Van Heutsz berasumsi tidak akan berhasil memerangi masyarakat Aceh melalui gerakan bersenjata, sehingga Belanda menggunakan siasat lain yaitu dengan melemahkan peran Ulama melalui upaya penyamaran Snouck Hurgronje.

Sejak saat itulah politik sudah tidak pernah diimplementasikan lagi oleh Ulama di Aceh, hal ini jelas membuat shock sebagian masyarakat Aceh ketika tiba-tiba ada Ulama ikut dalam kontes Pemilukada di Kabupaten Bireuen belakangan ini.

Timbul tanda tanya kenapa Ulama mau bepolitik? Apakah politik merupakan basic dari Agama Islam atau bukan?

Yang pertama, Sebelum kolonial Belanda memisahkan Ulama dari Politik, Ulama sudah menerapkan politik Islam sebagaimana yang diteladani Rasulullah SAW kepada ummatnya, kiprah Politik Rasulullah SAW dilanjutkan dengan kepemimpinan para Kulafaur Rasyidin dan seterusnya berabad-abad sampai kepada Ulama-Ulama di Aceh, itulah rahasia kenapa kekuatan Islam di Aceh lebih kuat pada masa lalu dibandingkan sekarang.

Yang kedua, politik adalah bagian dari Islam sebagaimana dicontohkan nabi Muhammad SAW dalam kepemimpinannya, dan juga diikuti oleh kepemerintahan Abu Bakar Ash-Shiddiq, Umar bi Khattab, Utsman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, dan seterusnya.

Imam Al Ghazali menulis dalam kitab (Al Iqtishad fi al-i'tiqad: 199): "Agama adalah fondasi (dasar), dan kekuasaan (kekuatan) politik adalah penjaganya. Sesuatu yang tidak ada fondasi akan rapuh, dan sesuatu yang tidak ada penjaga maka akan lenyap".

Melempemnya kekuatan Islam di Aceh dengan kehadiran Snuk Hugronyoe telah membuktikan pernyataan dari sosok Imam Al-Ghazali, bahwa sesuatu yang tidak ada penjaga akan lenyap, sedangkan Politik merupakan penjaga dari pada kekuatan Islam itu sendiri.

Berikut rekam jejak Snouck Hurgronje dalam misinya melemahkan kekuatan Politik Islam di  Aceh dan Nusantara:


  • Snouck lahir pada tanggal 18 Februari 1857, di Oosterhout, Belanda, dan meninggal pada 26 Juni 1936, yaitu pada umur 79 tahun.
  • Pendidikan: Mahasiswa Teologi Universitas Leiden (1874); gelar doktor di Universitas yang sama 1880; kemudian menjadi Profesor di sekolah Pegawai Kolonial Sipil di Leiden (1881).
  • Fasih berbahasa Belanda, bahasa Inggris, bahasa Arab, bahasa Melayu, bahasa Aceh, dan bahasa Jawa.
  • Pernah tinggal di Jeddah pada 1884 dan berpura-pura menjadi Mu'allaf dengan nama "Abdul Ghaffar". Pada tahun selanjutnya berziarah ke Mekkah setelah dilakukannya pemeriksaan oleh delegasi Ulama. Sebagai Mu'allaf (palsu) Snouck mendapat banyak bimbingan dari para Ulama Arab Saudi.
  • Berbagai data penting dan strategis bagi kepentingan penjajah diperoleh Snouck di Mekkah melalui orang-orang Indonesia yang ada di sana, mereka tidak ragu sama sekali kepada Snouck yang sudah begitu dekat dengan Waliyul Hijaz seorang Ulama besar kota Mekkah.
  • Setelah enam bulan di Mekkah, Snouck pulang ke negaranya dengan sejumlah data-data penting bagi kepentingan penjajah sebagai modal untuk melanjutkan misi di Nusantara.
  • Snouck tiba di kepulauan jawa pada tahun 1889, ditemani seorang asisten keturunan Arab yang bernama Utsman bin Abdullah Al-'Alawi yang juga seorang pengabdi Pemerintah Kolinial Belanda, atas kesetiaannya Utsman mendapat penghargaan "Bintang Salib Singa Belanda" pada tanggal 5 Desember 1899.
  • Utsman berhasil menegelabui masyarakat dengan mengarang do'a penjilat, do'a penjilat adalah istilah bagi do'a yang dia karang dalam bahasa Arab untuk isi dari pada khutbah shalat jum'at, namun mengandung isi yang cukup menjilat yaitu kesejahteraan bagi ratu Belanda. Bermodalkan tampang Islaminya, Utsman menfatwakan kepada masyarakat bahwa Jihad yang dimaksud dalam Islam bukanlah untuk melawan kafir melainkan hanya untuk melawan hawa nafsu.
  • Akhirnya pada 1892 Snouck datang ke Aceh, lebih kurang tujuh bulan keberadaan Snouck mampu melakukan tipu daya muslihat untuk melemahkan Aceh dari dalam, Pemerintah Kolonial Belanda setuju dengan tawaran Snouck Hurgronje bahwa untuk menghancurkan Aceh perlu dilakukan penyusupan dari dalam agar bisa memisahkan antara Ulama dari politik terlebih dahulu, karena menurut analisa dan pengkajian yang dilakukan Snouck, Ulama adalah sumber kekuatan utama bagi pemberontakan dahsyat masyarakat Aceh dalam perang.
  • Dalam kurun waktu yang singkat Snouck Hurgronje berandalkan Ilmu dan pendekatan jeniusnya kepada masyarakat berhasil mematahkan peran Ulama dalam pemerintahan, Snouck melemparkan isu kepada masyarakat bahwa yang berhak memimpin Aceh adalah orang yang paling dekat dengan masyarakat, bukan ulee balang atau pun Ulama. Ulama diarahkan hanya sebagai penasihat dan untuk mengajarkan moral saja dalam kehidupan bermasyarakat.
  • Merasa Aceh sudah terpecah-pecah dan kondisi semakin melemah, misi terakhir pun dijalankan. Snouck Hurgronje sudah berhasil memata-mematai dan memetakan strategis pertahanan Aceh, kemudian melaporkan kepada Pemerintahan Kolonial Belanda untuk melancarkan operasi militer di desa-desa di Aceh, serta melakukan pembersihan Ulama disaat kondisi memungkinkan,.Disaat penyerangan terjadi Snouck Hurgronje Masih dalam penyamaran dan lagi-lagi berhasil mendekati Ulama untuk memberi Fatwa, namun fatwa tersebut harus berdasarkan Devide et Impera.
  • Setelah berada tujuh bulan di Aceh, Snouck kembali ke negara asalnya. Sebenarnya tentang kebohongan Cristiaan Snouck Hurgronje sebagai mu'allaf palsu sudah disampaikan melalui surat sebelumnya kepada teman kuliahnya sendiri,  Carl Bezold pada 18 februari 1886. Surat pernyataan Snouck Hurgronje tersebut kini diarsipkan di Perpustakaan Universitas Heidelberg.
Bagikan artikel ini jika bermanfaat!

Referensi:
http://id.wikipedia.org/wiki/Christiaan_Snouck_Hurgronje
Al Iqtishad fi al-i'tiqad: 199
Strategi Belanda Melumpuhkan Islam Biografi C. Snouck Hurgronje, Lathiful Khuluq, Pustaka Pelajar, 2002

The Achenese, 1936. Penerbit WENTWORTH Press, 2016


Tentang Penulis: Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, Umuslim. 
Sudah mengkaji selama tiga tahun rekam jejak Cristian Snouck Hurgronje melalui buku-buku pustaka dan sumber kredibel lain di internet yaitu Wikipedia, kunjungi: http://id.wikipedia.org/wiki/Christiaan_Snouck_Hurgronje

No comments:

Post a Comment